Selasa, 26 April 2011

Manusia dan Keadilan

Contoh Kasus Ketidak Konsistennya Penegak Hukum Di Indonesia

Keadilan menurut aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem tersebut menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut memiliki kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing – masing orang harus menerima benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.

Kita telah mengetahui semua bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Negara hukum merupakan suatu Negara yang menjunjung tinggi suatu keadilan. Keadilan disini yaitu diperuntukan untuk seluruh Masyarakat Indonesia. Siapa saja berhak untuk mendapatkan keadilan didalam hukum. Tapi, ternyata itu semua masih belum sesuai dengan fakta yang ada. Masih banyak dari masyarakat kita yang dipersulit untuk mendapatkan hukum dan keadilan.

Kita ambil contoh mengenai kasus hukum diindonesia yang tidak adil. Misalnya saja yaitu kasus hukum korupsi, Indonesia sangat terkenal dengan tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Mereka yang terkena vonis hukuman korupsi mendapatkan hukuman yang tidak sebanding dengan tindakan kriminalnya. Bahkan ada yang bisa bebas dari hukuman tersebut.

Sedangkan ada pelaku tindakan hukum yang terbukti mencuri jagung diladang milik orang lain bisa mendapatkan hukuman lebih dari 2 tahun. Bahkan bisa lebih berat dari pada hukuman para pelaku tindak korupsi.

Ini telah membuktikan kepada kita bahwa penegakan hukum di Indonesia masih belum konsisten dan tidak adil. Masih tebang pilih kasus dan masih memihak terhadap penguasa. Seharusnya sebagai lembaga penegak hukum, penegakan hukum diindonesia harus jauh lebih baik dan adil agar dapat terciptanya suatu keadilan hukum bagi seluruh masyrakat Indonesia.

Manusia Dan Penderitaan

Manusia Dan Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat berupa lahir atau batin. Atau lahir batin.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat – tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap sebagai suatu penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan suatu energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagian.

Adapun factor yang membuat seseorang menjadi menderita yaitu:

1. - Kebimbangan
Akibat dari kebimbangan seseorang berada dalam keadaan yang tidak menentu. Sehingga ia merasa tersiksa hidupnya saat itu. Bagi orang yang lemah berfikirnya, masalah kebimbangan akan lama dialami, sehingga siksaan itu berkepanjangan. Tetapi bagi orang yang kuat berfikirnya ia akan cepat mengambil suatu keputusan, sehingga kebimbangan akan cepat dapat diatasi.

2. - Kesepian
Kesepian merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dialami oleh seseorang. Seperti halnya kebimbangan, kesepian harus cepat diatasi agar seseorang jangan terus menerus merasakan penderitaan batin.

3. - Ketakutan
Merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar – besarkan tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia.

Phobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena.Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya.

Adapun jenis – jenis phobia yaitu;
  • afrophobia — ketakutan akan orang afrika atau budaya Afrika.
  • agoraphobia - takut pada lapangan
  • antlophobia — takut akan banjir.
  • bibliophobia - takut pada buku
  • caucasophobia — ketakutan akan orang dari ras kaukasus
  • cenophobia — takut akan ruangan yang kosong.
  • claustrophobia - takut akan naik lift.
  • dendrophobia - takut pada pohon
  • ecclesiophobia - takut pada gereja
  • felinophobia - takut akan kucing
  • genuphobia - takut akan lutut
  • hydrophobia — ketakutan akan air.
  • hyperphobia - takut akan ketinggian
  • iatrophobia - takut akan dokter
  • japanophobia - ketakutan akan orang jepang
  • lygopobia - ketakutan akan kegelapan
  • necrophobia - takut akan kematian
  • panophobia - takut akan segalanya
  • photophobia — ketakutan akan cahaya.
  • ranidaphobia - takut pada katak
  • schlionophobia - takut pada sekolah
  • uranophobia - ketakutan akan surga
  • venustraphobia - takut pada perempuan yang cantik
  • xanthophobia - ketakutan pada warna kuning
  • arachnophobia - ketakutan pada laba-laba
  • lachanophobia - ketakutan pada sayur-sayuran