Senin, 22 November 2010

Perkawinan Campur

Perkawinan campur. Perkawinan campur bisa di definisikan sebagai perkawinan beda dalam status kewarganegaraan, beda dalam budaya/suku, dan beda dalam agama. Dalam perkawinan campur ini, setiap pasangan bisa melaksanakannya secara sah oleh hukum, maupun ketentuan yang berlaku. Tetapi, bagaimana dengan kondisi status mengenai anak dari pasangan tersebut?

Permasalahan yang pertama kita ambil adalah, perkawinan campur dalam status kewarganegaraan. Di sini tedapat pasangan pengantin, yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Contoh, status kewarganegaraan dari mempelai pria adalah warga negara asing (WNA), dan status kewarganegaraan dari mempelai wanita adalah Indonesia (WNI). Di mana, pernikahan tersebut bisa berjalan dengan sah sesuai hukum, adat, budaya, agama, atau dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi, dengan satu syarat. Yaitu, yang mempunyai status WNA harus melaksanakan Naturalisasi. Ini sangat berpengaruh dalam menentukan status kewarganegaraan anaknya nanti. Membuktikan bahwa keturunan tersebut adalah keturunan dari pasangan WNI asli. Proses Naturalisasi di Indonesia sudah mempunyai ketentuan tersendiri yang berlaku. Jika yang berstatus WNA sudah menjalankan proses Naturalisasi, maka perkawinan campur tersebut dinyatakan sah.

Permasalahan yang kedua adalah, perkawinan campur dalam perbedaan budaya atau suku. Ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, terdapat pasangan pengantin yang memiliki perberbedaan budaya atau suku. Misalkan budaya atau suku dari mempelai pria adalah Jawa, dan budaya atau suku dari mempelai wanita adalah Sunda. Perkawinan ini bisa di lakukan secara sah, dengan mengikuti ketentuan adat istiadat tertentu bila diharuskan. Dan mengenai status anak dalam perkawinan ini, tentu saja WNI, dan budaya atau suku yang akan dia anut, bisa diambil bedasarkan tempat atau daerah di mana dia lahir, atau mengikuti keturunan budaya atau suku dari sang ayah atau ibunya.

Permasalahan yang ketiga adalah, perkawinan campur dalam perbedaan agama atau kepercayaan logis. Ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, terdapat pasangan pengantin yang memiliki perberbedaan agama. Misalkan agama dari mempelai pria adalah Islam, dan agama dari mempelai wanita adalah Kristen. Perkawinan ini bisa di lakukan secara sah, dengan mengikuti ketentuan agama atau ketentuan tertentu bila diharuskan. Bisa juga salah satu dari mereka harus pindah agama, agar agama yang merka anut menjadi sama, dan proses jalannya pernikahan bisa lebih sah. Mengenai status anak dalam perkawinan ini, tentu saja WNI, dan agama yang akan dia anut, bisa diambil bedasarkan kepercayaan dirinya sendiri, atau mengikuti keturunan agama dari sang ayah atau ibunya.

Dan dalam 3 kategori tersebut di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa perkawinan campur dalam status kewarganegaraan, beda dalam budaya/suku, dan beda dalam agama, bisa melaksanakannya secara sah oleh hukum, maupun ketentuan yang berlaku. Dan mengenai status dari keturunan pasangan tersebut, bergantung dengan kondisi, dan ketentuan yang sudah di anjurkan.

Peranan Pemuda dalam Masyarakat

PEMUDA merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, betapa tidak peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekuasaan.

Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara.

Peranan lebih lanjut tentang peran pemuda dalam masyarakat adalah sebagai penerus generasi golongan tua yang berperan penting di dalam lingkungan masyarakat. Berorganisasi dalam berbagai rangkaian kegiatan sosialisasi, maupun yang lainnya. Para generasi penerus ini juga berperan penting dalam kondisi demokrasi dalam masyarakat sekitar. Contoh, dalam rangka pemilihan ketua RT atau ketua RW. Seluruh masyarakat sekitar ikut berpartisipasi untuk menyalurkan suaranya, termasuk para generasi penerus tersebut. Dan selanjutnya, bisa bersosialisasi dan bergabung dengan kelompok golongan tua, dalam hal bermasyarakat, maupun berorganisasi. Mereka juga bisa mengadakan sosialisasi atar sesamanya, seperti contoh berorganisasi membentuk grup olahraga, seperti basket. Dan secara otomatis, mereka akan berbagi, dan bersosialisasi antar sesamanya. Dan oleh sebab itu, akan terjadi hubungan kontak yang baik antar sesama, mengenal sesama, dan saling membantu jika ada yang mengalami kesulitan dalam segala hal.

Dan sangat disayangkan peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat saat ini sungguh menurun dratis, dulu bisanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Tetapi pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan, selalu bermain-main dan bahkan ketua RT/RW nya saja dia tidak tahu.

Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka Online, lebih suka aktif di mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara.

Tetapi tidak semua pemuda di negri ini mempunyai attitude seperti itu. Masih banyak para pemuda yang bertanggung jawab dalam segala hal. Oleh karena itu, kita selaku pemuda dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Karena kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara.

Senin, 01 November 2010

Peran Keluarga dalam membentuk kepribadian anak

Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Dikarenakan bahwa pentingnya pengaruh keluarga dalam pendidikan anak dalam beberapa masalah seperti masalah aqidah, budaya, norma, emosional dan sebaginya. Keluarga menyiapkan sarana pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan lingkungannya. Dan tidak lepas dengan etika dan penyampaian sesuatu dari kedua orang tua tersebut.

Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat, dan kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. . Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya. Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak.

Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.

Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.

Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam al-Quran, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dalam al-Quran.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.

3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.

4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.

5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.

Peran keluarga dalam mendidik anak.

Tugas mendidik anak adalah tugas utama yang sangat besar perannya terhadap kesuksesan keluarga. Sekaya dan sesukses apapun kehidupan sebuah keluarga, bisa menjadi tak berarti apa-apa ketika anak kita ternyata tidak bisa menjadi pribadi seperti yang diharapkan orangtua, bahkan terjerumus kedalam jurang kesalahan dan kemaksiatan.

Banyak orang yang salah pengertian terhadap tugas mendidik anak ini, apakan menjadi tugas Ayah ataukan Ibu? Sebagian besar Ayah menyerahkan total kepada Ibu, sementara kebanyakan Ibu mengeluh karena Ayah berlepas tangan sama sekali.

Tugas ini memang tanggung jawab bersama Ayah dan Ibu, dengan Ayah tetap sebagai penanggung jawab utamanya. Namun tugas ini tak harus dilaksanakan sendiri oleh Ayah, karena ada Ibu yang bisa mambantu. Bahkan Ibu memiliki karakter sifat yang lebih tepat sebagai pendidik anak. Karena secara teknis Ibu-lah yang kemudian bertanggung jawab terhadap pendidikan anak tersebut, maka adalah menjadi kewajiban Ayah-lah untuk mendidik istri agar pandai.

Dan yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.